Bahaya Sekulerisme Dalam Dunia Pendidikan, Bagian 1
Sahabat menarasiger.com yang kami banggakan. Sekulerisme, dipandang oleh sebagian masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kemoderenan. Hal ini untuk mengukuhkan bahwa masyarkat yang maju adalah masyarakat yang meninggalkan agma dan tidak lagi bergantung kepadanya. Sebuah masyarkata disebut modern kalau masyarkat tersebut sekuler; menyimpan agama hanya pada kehidupan pribadi dan tidak dibawa-bawa ke ranah social. Sebuah Negara juga bisa dikatagorikan modern jika negara tersebut sekuler; tidak mengaitkan diri pad suatu agama tertentu dan menyerahkan urusan agamapada masyarakatnya, dan tidak perlu diatur oleh negara.
Paradigma
semacam itu jelas tidak bisa diterima, dan tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Kuntowijoyo menyebutkan bahwa sekulerisme ini telah benar-benar merusak ke
dalam kehidupan masyarakat, baik yang wujudnya materialisme ataupun skeptisme.
Menurut Kontowijoyo, “ Tugas utama Paraadigma Islam ialah melawan
sekulerisme. Sekulerisme mempunyai multifek, merasuk dalam-dalam ke jiwa
peradaban, dan sangat fundamental dalam cara berfikir manusia. ”
Sebagaimana
telah diketahui bersama, bahwa saat ini dilemabaga pendidikan terjadi confusion
of knowledge (kekacauan pengetauan). Gejalanya sudah menyebar apa yang
disebut oleh Syamsudin Arif sebagai “ kanker epistemologis”. Pernyakit jenis
ini telah melumpuhkan kemampuan menilai serta mengakibatkan kegagaglan akal
yang pada gilirannya menggerogoti keyakinan dan keimanan, dan akhirnya
menyebabkna kekufuran.
Salah satu
ciri dari orang yang mengidap pernyakit ini diantaranya suka berkata; “Di dunia
ini kita tidak pernah tahu kebenaran absolute”; “kebenaran itu relative.”; “agama
memang mutlak, tapi pemikiran keagamaan itu relative”; dan sebagainya.
Baca juga : Bahaya Sekulerisasi dalam Dunia Pendidikan
Baca juga : Bahaya Sekulerisasi dalam Dunia Pendidikan
Sekulerisme
dalam Pendidikan
Muhammad Qutb
pernah mengartikan sekulerisme sebagai membangun struktur kehidupan diatas
landasan selain system Islam, sedangkan Taqiyuddin Anabhani mengartikan sebagai
pemisahan agama dengan kehidupan. Ideologi sekukerisme menajdi dasar dari paham
yang berpendapat bahwa manusia sendiriliah yang berhak membuat pereturan
hidupnya.
Kondisi ini
menimpa system pendidikan disemua Negara, termasuk di Negara-negara yang
mayoritas penduduknya muslim. Jelas hal ini tidak hanya terjadi di lembaga
pendidikan umum, melainkan juga pada lembaga pendidikan Islam.
Disekolah-sekolah
ditanamkan apa yang disebut dengan “Pendidikan multiculturalisme” Misi
utamanya menanamkan keyakinan bahwa Islam bukan satu-satunya agama yang benar.
Na’udzubillah…. Diperguruan tinggi Islam diajarkan dan diatanamkan secara resm
paham plurarisme agama, keyakinan bahwa kebenaran ada pada semua agama,
Konsekuensinya, dibenarkan pula pernikahan antar agama, mengucapkan selamat
hari raya pada agama yang berbeda, do’a bersama anatar agama dan merayakan hari
raya agama lain.
Dari sisi
pengambil kebijakan, mereka tidak mampu memberdayakan masyarakat lewat
pendididkan sehingga banyak terjadi pengguran, tawuran, narkoba, pencurian sek
bebas dan setumpuk masalah-maslah sosial lainnya. Tidak hanya itu mereka bahkan
terkesan hanya menjadikan masyarakat sebagai pangsa pasar untuk memutar roda industry
pendidikan.
Setidaknya
ada dua fenomena pendidikan yang dihadapi Negara-negara dunia saat ini.
Realitas ini sepatutnya membuat umat mengelus dada, dan prihatin. Bukankah
pendidikan adalah sokoguru pembangunan dan keberhailan suatu umat? Bila masyarakat
idak mendapatkan pendidikan yang tepat, dapat dibayangkan generasi macam apa
yang muncul dimasa datang.
Lebih miris
lagi kadang kita bangga ketika menengok corak dan karakteristik pendidikan
Barat dan Eropa yang sekuler dan terkesan modern. Akan tetapi, model pendidikan
mereka telah menghasilkan kebobrokan akhlak dan menghancurkan pranta kehidupan social.
Manusia yang dihasilkan dari model pendidikan ala Barat adalah manusia yang
hanya mampu pada nilai-nilai materealistik semata. Pendidikan seperti ini hanya
melahirkan generasi yang berfikir materi semata dan menjadikan manusia homo
economicus (binatang ekonomi) an sich. Kebingan lain yang sering timbul
adalah bagaimana mengaitkan agama dan pendidikan umum secara wajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tinggalkan pesan